Search
Testimonial
Visitor Maps
Site Statistic
Content View Hits : 3857760Who,s Online
We have 572 guests onlineHukum Mengucapkan Selamat Natal (Rangkuman Pendapat Ulama Yang Pro dan Kontra) |
Tuesday, 16 December 2014 10:18 |
Apa hukum mengucapkan selamat natal ? untuk menjawabnya lebih bijak bila kita memahami pendapat yang membolehkan dan mengharamkannya.agar wawasan kita tidak sempit pada satu pendapat yang dianggap benar. Agar kita bisa memahami pula apa pendapat orang lain dalam masalah ini. sebaik2 pendapat adalah yang dapat merangkum 2 atau lebih pemikiran agar wawasan kita tidak sempit. Sebenarna, dalam Al-Quran ada ucapan selamat atas kelahiran ‘Isa: Salam sejahtera (semoga) dilimpahkan kepadaku pada hari kelahiranku, hari aku wafat, dan pada hari aku dibangkitkan hidu kembali (QS. Maryam [19]: 33). Surah ini mengabadikan dan merestui ucapan selamat Natal pertama yang diucapkan oleh Nabi mulia itu. Akan tetapi, persoalan ini jika dikaitkan dengan hukum agama tidak semudah yang diduga banyak orang, karena hukum agama tidak terlepas dari konteks, kondisi, situasi, dan pelaku. Ucapan selamat atas kelahiran Isa (Natal), manusia agung lagi suci itu, memang ada di dalam Al-Quran, tetapi kini perayaannya dikaitkan dengan ajaran Kristen yang keyakinannya terhadap Isa al-Masih berbeda dengan pandangan Islam. Nah, mengucapkan “Selamat Natal” atau menghadiri perayaannya dapat menimbulkan kesalahpahaman dan dapat mengantarkan kita pada pengaburan akidah. Ini dapat dipahami sebagai pengakuan akan ketuhanan al-Masih, satu keyakinan yang secara mutlak bertentangan dengan akidah Islam. Dengan alasan ini, lahirlah larangan fatwa haram untuk mengucapkan “Selamat Natal”, sampai-sampai ada yang beranggapan jangankan ucapan selamat, aktivitas apapun yang berkaitan atau membantu terlaksanannya upacara Natal tidak dibenarkan.
Pendapat jumhur ulama kontemporer termasuk Syeikh Yusuf al Qaradhawi Aku (Yusuf al Qaradhawi) membolehkan pengucapan itu apabila mereka (orang-orang Nasrani atau non muslim lainnya) adalah orang-orang yang cinta damai terhadap kaum muslimin, terlebih lagi apabila ada hubungan khsusus antara dirinya (non muslim) dengan seorang muslim, seperti : kerabat, tetangga rumah, teman kuliah, teman kerja dan lainnya. Hal ini termasuk didalam berbuat kebajikan yang tidak dilarang Allah swt namun dicintai-Nya sebagaimana Dia swt mencintai berbuat adil. Firman Allah swt :Artinya : إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8) Terlebih lagi jika mereka mengucapkan selamat Hari Raya kepada kaum muslimin. Firman Allah swt : وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا ﴿٨٦﴾ Artinya : “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An Nisaa : 86)
Pendapat ulama Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan para pengikutnya seperti Syeikh Ibn Baaz, Syeikh Ibnu Utsaimin Memberi ucapan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca : ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya ‘Ahkamu Ahlidz Dzimmah’. Beliau rahimahullah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya. Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.”
Fatwa MUI tahun 1981 Ketua Komisi Fatwa MUI, KH M Syukri Ghozali dan Sekretaris H Masudi pada 7 Maret 1981 lalu, memfatwakan: Pertama, Perayaan Natal Bersama pada akhir-akhir ini disalahartikan oleh sebagian ummat Islam dan disangka sama dengan ummat Islam merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad Saw. Kedua, karena salah pengertian tersebut ada sebagian orang Islam yang ikut dalam perayaan Natal dan bahkan duduk dalam kepanitiaan Natal. Ketiga, Perayaan Natal bagi orang-orang Kristen adalah merupakan Ibadah. Untuk itu MUI menghimbau ummat Islam Indonesia agar tidak mencampur-adukkan Aqidah dan Ibadahnya dengan Aqidah dan Ibadah agama lain. Ummat Islam harus berusaha untuk menambah Iman dan Taqwanya kepada Allah Swt. Tanpa mengurangi usaha ummat Islam dalam Kerukunan Antar Ummat Beragama di Indonesia. Untuk itu Majelis Ulama Indonesia menfatwakan: Pertama, Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa As, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas. Kedua, mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram. Ketiga, agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Swt dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal. [/quote] |