You are here:

Search

Customer Suport [24 jam ]

Testimonial

In order to view this object you need Flash Player 9+ support!

Get Adobe Flash player

Powered by RS Web Solutions

Banner

Visitor Maps

Site Statistic

Content View Hits : 3864959

Who,s Online

We have 149 guests online
Sikap Jahiliyah Raja Arab dg Sekap 4 Putrinya
Thursday, 22 May 2014 09:53

Sikap jahiliyah Raja Abdullah

Enam belas abad silam, sebelum Nabi Muhammad dilahirkan dan diangkat menjadi rasul, penduduk di jazirah Arab memiliki tradisi pandir. Mereka merasa malu memiliki anak perempuan. Kelahirannya dianggap aib bagi keluarga.

Rupanya pandangan dan tradisi zaman jahiliyah ini tidak sepenuhnya lenyap meski Rasulullah sudah berdakwah. Walau islam telah menyebar ke penjuru dunia. Bahkan sikap itu ditunjukkan oleh penguasa dua kota suci Raja Abdullah bin Abdul Aziz aas-Saud dari Arab Saudi.

Raja Abdulah merasa malu mempunyai empat putri - Sahar, Maha, Hala, dan Jawahir - dari hasil pernikahannya dengan Alanud al-Fayiz. Mereka berumah tangga pada 1972. Saat itu Alanud berusia 15 tahun dan Abdullah 48 tahun.

Perjodohan itu tanpa persetujuan Alanud. "Setelah saya dipaksa menikahi dia, Abdullah akan datang ke kamar tidur saya seperti seorang pengunjung selama beberapa jam," kata Alanud kepada surat kabar the New York Post bulan lalu. "Kemudian dia akan mendatangi ruang tidur istrinya yang lain."

Alanud langsung hamil. Dalam empat tahun pertama perkawinannya, dia empat kali hamil. Nahasnya, semua anaknya perempuan. Raja Abdullah tidak bisa menerima kenyataan itu.

Raja Abdullah memiliki 30 istri dan dikaruniai lebih dari 40 anak. Dia lantas menceraikan Alanud pada 1985 karena tidak bisa melahirkan anak lelaki. Sang istri baru mengetahui kabar dia telah menjada dua tahun kemudian. Meski melanggar syariat Islam, di Saudi sudah menjadi kebiasaan suami bisa menceraikan istrinya tanpa sepengetahuan teman seranjangnya itu.

"Benar banget, dia telah berkali-kali menalak saya. Dia menganiaya saya, memukuli saya dan para pengawal saya," ujar Alanud. Bila melawan, penganiayaan dia terima bakal makin berat.

Alanud tidak kuat lagi bertahan. Hingga satu malam pada 2001, dengan bantuan seorang pengawal Abdullah, dia berhasil keluar dari dalam istana dan pergi ke Bandar Udara Raja Abdul Aziz, jeddah. Lewat bantuan sebuah organisasi hak perempuan, dia dapat kabur ke luar negeri.

Bagi Alanud, tindakan itu bukan hal mudah karena dia harus meninggalkan empat putrinya. Abdullah segera menahan paspor empat anak perempuannya. Dia tidak pernan membayangkan kenekatannya itu membuat Sahar, maha, Hala, dan Jawahir menderita hingga kini.

"Meninggalkan anak-anak saya amat sulit tapi saya tidak pernah berpikir mereka bakal menjadi korban," tutur Alanud. "Bagaimanapun juga mereka adalah putri raja."

Rupanya menjadi anak raja Saudi tidak enak. Raja Abdullah memaksa Sahar berhenti kerja dari sebuah bank. Dia bersama tiga adiknya pun tidak bisa kuliah. Hanya Maha mampu menyelesaikan studinya jurusan psikologi.

"Kami dilarang segalanya: sekolah, bekerja, dan hidup," kata Puteri Jawahir.

 

Alanud mengungkapkan empat anak perempuannya itu telah disekap sejak 2001. Saban tahun hak-hak mereka dikurangi secara bertahap. "Mereka tidak bersalah. Ini urusan dengki," ujarnya tanpa bersedia menjelaskan lebih lanjut.

Sahar dan Jawahir diwawancarai dalam acara televisi serupa menjelaskan pasokan mereka saat itu tinggal sedikit makanan kaleng dan pasta kering sudah kadaluarsa. Untuk air minum, mereka harus menyuling air laut.

Sahar berjilbab dan Jawahir terlihat kurus. Mereka sudah tidak mendapat layanan kesehatan selama empat tahun. "Sudah tiga tahun terakhir tidak ada orang lain di sini, Hanya saya dan Jawahir," tutur Sahar, 42 tahun. "Para pekerja dan pelayan sudah tidak ada."

Keduanya kini tinggal bersama dua anjing dan satu kucing. Karena pasokan makanan telah disetop, mereka harus mengirit agar bisa berbagi makanan dengan tiga hewan peliharaan mereka itu.

Kondisi Sahar bersama Jawahir masih mendingan. Situasi dialami Maha dan Hala jauh lebih buruk. Mereka sakit parah dan perlu pertolongan segera. keduanya sudah sepuluh tahun tidak mendapat perawatan kesehatan.

Maha dan Hala saban beberapa bulan menghubungi ibunya. Kejiwaan mereka tertekan. "Mereka tidak omong apa-apa kecuali, 'Saya ingin mati.' Itu saja saya dengar dari mereka: tangisan minta tolong," kata Alanud.

Mulanya Maha dan Hala ditawan di masing-masing vila sekompleks dengan istana tempat Sahar dan Jawahir disekap. Namun keduanya kemudian dipindahkan dari sana setelah Sahar dan Jawahir berusaha membebaskan mereka. Alanud mengaku tidak tahu di mana lokasi mereka.

Menurut Alanud, kesehatan Maha dan Hala terus memburuk lantaran makanan dan minuman keduanya dicampur obat Epidrin. Efek obat ini bisa menyebabkan orang marah-marah tak terkendali dan bersikap aneh. Sahar dan Jawahir juga mengalami nasib serupa.

Mereka berhasil menyadari hal itu dan mulai mengurangi makan makanan dari istana. Bukti kian kuat setelah pelayan seraya menangis mengakui mereka dipaksa untuk menaruh oabt dalam makanan buat empat anak perempuan Raja Abdullah itu.

 

Ditawan ayah di Kota Jeddah

 

Sungguh memalukan sekaligus ironis. penguasa sebuah negara mengklaim sebagai pelaksana syariat islam malah tidak bersikap islami. Raja Abdullah gagal mencontoh teladan nabi. Bukan menghargai hak perempuan, dia malah melecehkan dan menghancurkan masa depan kaum hawa di negara itu.

Rupanya pandangan dan tradisi jahiliyah masih hidup di negara tempat nabi dilahirkan.

 

 

sumber : merdeka.com

Share